Monday, October 28, 2019

Epidemiologi Karies Gigi



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Epidemiologi Karies gigi Masalah karies gigi masih mendapat perhatian karena sampai sekarang penyakit tersebut masih menduduki urutan tertinggi dalam masalah penyakit gigi dan mulut, yaitu penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia dan menempati urutan keempat penyakit termahal dalam pengobatan (Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI,1994).
 Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 dalam Depkes (2000) menunjukkan bahwa 65,7% penduduk Indonesia menderita karies gigi aktif atau kerusakan pada gigi yang belum di tangani.SKRT 1997 menunjukkan 63% penduduk Indonesia menderita karies gigi aktif atau belum ditangani. Rerata pengalaman karies perorangan, yang diukur dengan index DMF-T untuk Indonesia adalah 6,44 di mana 4,4 gigi sudah dicabut, 2 gigi belum ditangani dan hanya 0,16 gigi yang telah ditumpat atau ditambal. Data Susenas (1998) menyatakan bahwa 87% masyarakat yang mengeluh sakit gigi tidak berobat, sedangkan yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan hanya 12,3 %.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 didapatkan peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya usia yaitu pada kelompok usia 35-44 tahun DMF-T rata-rata 4,46 sedangkan kelompok usia >65 tahun sebesar 18,33. Keadaan tersebut dapat disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk kelompok usia 55-64 tahun yang menyikat gigi dengan benar (sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam) 5,4 % sedangkan kelompok usia >65 tahun hanya 3,5%.
 Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, dan data secara nasional 93,8% masyarakat menyikat gigi setiap hari, tetapi waktu menyikat gigi belum benar, menyikat gigi dilakukan pada waktu mandi pagi dan sore sebanyak 77,1%. Sedangkan yang melakukan disaat yang tepat yaitu setelah sarapan pagi hanya 3,8% dan malam sebelum tidur hanya 23,3%. Data untuk Sumatera Utara sebanyak 94,4% masyarakat menyikat gigi setiap hari, tetapi waktu menyikat giginya juga masih belum tepat, menyikat gigi pada waktu pagi dan sore sebanyak 79,1%. Sedangkan melakukannya di saat yang tepat yaitu setelah sarapan pagi hanya 2,6% dan malam sebelum tidur hanya 17,2%.
Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun social budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan.Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut.Di samping mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku juga dapat mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Perilaku menurut Lewin merupakan fungsi hubungan antara individu dan lingkungannya (Boedihardjo,1985 ;Herijulianti dkk.,2002).
Menurut Kidd dan Bechal (1992), menyatakan masyarakat yang banyak mengonsumsi makanan yang berserat cenderung mengurangi terjadinya karies dari pada masyarakat yang mengonsumsi makanan lunak dan banyak mengandung gula.Sehubungan dengan pendapat di atas, maka frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, di mana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit penyangga gigi. Namun jarang sekali dilakukan penelitian mengenai hubungan perilaku dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut (Herijulianti dkk.,2002).
Menurut Hawskins dkk. (2000) usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia sangat membutuhkan peran serta masyarakat sendiri terutama perubahan perilaku, melalui program penyuluhan dan pelatihan sikat gigi massal merupakan suatu program yang dilakukan oleh pemerintah melalui puskesmas setiap tahun.Pendidikan kesehatan yang diberikan beserta dengan pelatihan akan memberikan hasil yang optimal.
 Karies gigi juga disebabkan karena perilaku waktu menyikat gigi yang salah karena dilakukan pada saat mandi pagi dan mandi sore dan bukan sesudah makan pagi dan menjelang tidur malam.Padahal menyikat gigi menjelang tidur sangat efektif untuk mengurangi karies gigi. Perilaku menggosok gigi berpengaruh terhadap terjadinya karies. Hal ini berhubungan juga dengan proses terjadinya karies, yaitu sisa makanan yang lama tertinggal dalam mulut dan tidak segera dibersihkan akan menyebabkan terjadinya karies (Notoatmodjo,2003).
Masih tingginya angka karies gigi bisa berhubungan dengan pola kebiasaan makan yang salah dan beberapa perilaku seperti masyarakat lebih meenyukai makanan manis, kurang berserat dan mudah lengket. Adnya persepsi masyarakat bahwa penyakit gigi tidak menyebabkan kematian sehingga masyarakat kurang kepeduliannya untuk menjaga kebersihan mulut dan mendudukkan masalah pada tingkat kebutuhan sekunder yang terakhir. Padahal gigi merupakan fokus infeksi terjadinya penyakit sistemik, antara lain penyakit ginjal dan jantung (Notoatmodjo, 2003 ;Putri dkk, 2011).
 Adyatmaka (1992) mengemukakan bahwa dengan semakin baiknya tingkat sosial ekonomi serta pendidikan masyarakat, serta masih tingginya penyakit gigi dan mulut, maka tuntutan terhadap pelayanan kesehatan dasar yang disediakan oleh Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi dasar.
Penelitian Kiswaluyodan Dwiatmoko (1997) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa status gizi yang jelek akan menimbulkan pengaruh pada tulang dan gigi, yaitu berupa pengaruh pada bentuk dan komposisinya. Keadaan ini dapat menyebabkan gigi mudah karies.
A.1 Tujuan
A.1.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui masalah kesehatan gigi dan mulut di puskesmas glugur darat.
A.1.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Pengertian Karies
2.  Untuk mengetahui Gejala Karies Gigi
3. Untuk mengetahui Faktor Penyebab Karies Gigi
4. Untuk menegetahui Faktor Risiko Terjadinya Karies Gigi
5. Untuk menegetahui Pencegahan Karies Gigi
6. Untuk menegetahui Pengobatan Karies Gigi
7. Untuk menegetahui Penanganan Karies Gigi
8. Untuk menegetahui Diagnosa Banding

BAB III
PEMBAHASAN
B.       Karies Gigi
C.1 Pengertian Karies Gigi
Karies gigi merupakan penyakit pada jaringan gigi yang diawali dengan terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures, dan daerah inter proksimal), kemudian meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan juga dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari enamel ke dentin atau ke pulpa. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya karies gigi, diantaranya adalah karbohidrat, mikroorganisme dan saliva, permukaan dan anatomi gigi (Tarigan, 2015).

C.2 Gejala Karies Gigi
Gejala karies gigi beraneka ragam, tergantung dari luas, kedalaman, dan juga lokasinya. Ketika karies gigi baru mulai terjadi maka biasanya tidak ada gejala yang menyertai. Namun jika karies gigi mulai merusak gigi Anda, maka ada beberapa tanda dan gejala yang bisa muncul seperti:
·         Sakit gigi.
·         Gigi sensitif.
·         Nyeri ringan hingga tajam saat makan atau minum yang manis, panas ataupun dingin.
·         Adanya lubang yang terlihat pada gigi.
·         Adanya bercak kecoklatan, kehitaman atau berwarna putih pada permukaan gigi.
·         Nyeri saat mengunyah makanan.
Kadang kita tidak sadar bahwa karies gigi sudah mulai terbentuk, sehingga penting bagi kita untuk memeriksakan kondisi gigi secara rutin ke dokter. Periksalah secara rutin setiap enam bulan sekali, gunanya untuk deteksi awal dan tindakan penanganan yang tepat. Namun jika Anda mengalami sakit gigi, maka tak perlu mengikuti jadwal rutin, segeralah periksakan diri ke dokter gigi.
C.3 Faktor Penyebab Karies Gigi
       Proses terjadinya karies pada gigi melibatkan beberapa faktor yang tidak berdiri sendiri tetapi saling bekerjasama. Ada 4 faktor penting yang saling berinteraksi dalam pernbentukan kariesgigi, yaitu:
a.         Host
Morfologi setiap gigi manusiaberbeda-beda, permukaan oklusal gigi memiliki lekuk dan fisur yang bermacam-macam dengan kedalaman yang berbeda pula. Gigi dengan lekukan yang dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan dari sisasisa makanan yang melekat sehingga plak akan mudah berkembang dan dapat menyebabkan terjadinya karies gigi.
Karies gigi sering terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi susu maupungigi permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada permukaan yang halus sedangkan karies pada gigi permanen ditemukan dipermukaan pit dan fisur.
b.        Makanan
       Peran makanandalam menyebabkan karies bersifat lokal, derajat kariogenik makanan tergantung dari komponennya. Sisa-sisa makanan dalam mulut (karbohidrat) merupakan substrat yag difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan gluosa di metabolismekan sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel danekstrasel sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa juga menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh bakteri kariogenik dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut glukosa ini dimetabolismekan menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat dandekstran.
c.         Waktu
       Karies merupakan penyakit yang berkembangnya lambat dan keaktifannya berjalan bertahap serta merupakan proses dinamis yang ditandai oleh periode demineralisasi dan remineralisasi.2 Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan kerusakan gigi orang dewasa.

C.4 Faktor Risiko Terjadinya Karies Gigi
       Faktor risiko karies gigi adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat terjadinya karies gigi atau faktor yang mempermudah terjadinya karies gigi. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi, kurangnya penggunaan fluor, oral higiene yang buruk, jumlah bakteri, saliva serta pola makan dan jenis makanan (Sondang, 2008).
1.      Pengalaman Karies Gigi
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen (Sondang, 2008).
2.      Kurangnya Penggunaan Fluor Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi, jumlah 18 kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis (Farsi, 2007).
3.      Oral Hygiene yang Buruk
Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon. Indeks ini merupakan gabungan yang menetukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat diberi skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. Peningkatan oral hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk membersihkan plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur, merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi. Selain itu penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat mencegah terjadinya karies. Pemeriksaan gigi yang teratur tersebut dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya 19 sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi (Ireland, 2006).
4.      Jumlah Bakteri
Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam jumlah yang banyak saat berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi untuk mengalami karies pada gigi desidui (Sondang, 2008).
5.      Saliva
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran ratarata saliva meningkat pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan (Sondang, 2008).
Selain itu saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies, ini terbukti pada penderita Xerostomia (produksi ludah yang kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi menyeluruh dalam waktu singkat (Behrman, 2002). Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva besar yaitu glandula parotid, glandula submandibularis, dan glandula sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Sekresi 20 kelenjar anak-anak masih bersifat belum konstan, karena kelenjarnya masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, penyangga, pembersih, pelarut dan anti bakteri. Saliva memegang peranan lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi. Sekresi air ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase karies yang tinggi (Sondang, 2008). PH saliva normal, sedikit asam yaitu 6,5. Secara mekanis saliva berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah. Enzim-enzim mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat dalam saliva, mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat mencegah aktifitas bakteri mulut (Chemiawan, 2004). Berikut peranan aliran saliva dalam memelihara kesehatan gigi :
a)         Aliran saliva yang baik akan cenderung membersihkan mulut termasuk melarutkan gula serta mengurangi potensi kelengketan makanan. Dengan kata lain, sebagai pelarut dan pelumas.
b)        Aliran saliva memiliki efek buffer (menjaga supaya suasana dalam mulut tetap netral), yaitu saliva cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula.
c)         Saliva mengandung antibodi dan anti bakteri, sehingga dapat mengendalikan beberapa bakteri di dalam plak. Namun jumlah saliva yang berkurang akan berperan sebagai pemicu timbulnya kerusakan gigi (Chemiawan, 2004).
6.      Pola Makan dan Jenis Makanan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal dari pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis jajanan secara berlebihan, setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat (tinggi sukrosa) maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan (Sondang, 2008).
Sehari-hari banyak dijumpai anak yang selalu dikelilingi penjual makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan tempat tinggal hingga di sekolah. Anak yang sering mengkonsumsi jajanan yang mengandungi gula, seperti biskut, permen, es krim memiliki skor karies yang lebih tinggi di bandingkan dengan anak yang mengonsumsi jajanan nonkariogenik seperti buahbuahan (Sondang, 2008). Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi, tetapi juga kerusakan gigi atau karies gigi. Konsumsi makanan manis pada waktu senggang jam makan akan lebih berbahaya daripada saat waktu makan utama. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Tetapi apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies (Sondang, 2008).

C.5 Pencegahan Karies Gigi
       Pencegahan karies gigi secara pencegahan primer, sekunder dan tersier, adalah sebagai berikut:
a.         Pencegahan primer Menurut Alpers (2006) mencegah pembusukan dengan tindakan pencegahan sebagai berikut :
1)      Memilih makanan dengan cermat
Makanan yang mengandung karbohidrat juga berfenmentasi termasuk gula dan tepung kemudian akan diolah menjadi roti dan keripik kentang. Karena karbohidrat merupakan sumber makanan penting sehingga jangan mengurangi karbohidrat yang akan di konsumsi. Mengatur kebiasaan makan anak dengan sebagai berikut :
a)      Menghindari makanan yang lengket dan kenyal seperti snack. Makanan seperti gula, kacang bersalut gula, sereal kering, roti dan kismis juga buah yang dikeringkan akan menempel pada gigi. Usahakan untuk membersihkan gigi dalam waktu 20 menit setelah makan. Apabila tidak menyikat gigi maka berkumurlah dengan air putih.
b)      Memilih snack dengan cermat
Efek makanan seperti snack dapat menyebabkan gigi berlubang. Makan snack setiap hari memungkinkan bakteri terus membentuk asam yang merusak gigi. Jangan makan makanan manis terus, mengunyah permen karet atau permen penyegar nafas. Jika ingin menguyah permen dengan memilih produk yang tidak mengandung gula karena mengandung xylitol atau aspartam sehingga mengurangi bakteri pembuat lubang pada gigi.
2)      Pemeliharaan gigi
Mulut tidak bisa dihindarkan dari bakteri, tetapi mencegah bakteri dengan membersihkan mulut dengan teratur. Ajarkan anak untuk menyikat gigi > 2 kali sehari. Menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan gigi tiap 6 bulam sekali.
3)      Pemberian flour
Membubuhkan flour dalam air minum yang kekurangan flour untuk mencegah karies gigi. Tambahan tersebut dapat berupa tetes atau tablet. Obat ini biasanya dikumurkan dalam mulut sekitar 30 detik kemudian dibuang. Anak rentan terhadap gigi berlubang sehingga pemberian flour secara topikal termasuk pasta gigi yang mengandung flour sangat bermanfaat.
b.        Pencegahan sekunder
1)      Penambalan gigi, kerusakan gigi biasanya dihentikan dengan membuang bagian gigi yang rusak dan diganti dengan tambalan gigi. Jenis bahan tambalan yang digunakan tergantung dari lokasi dan fungsi gigi. Geraham dengan tugas mengunyah memerlukan bahan yang lebih kuat dibandingkan gigi depan. Perak amalgam digunakan pada gigi belakang. Tambalan pada gigi depan dibuat tidak terlihat, silikat sejenis semen porselen yang mirip dengan email. Resin komposit adalah bahan yang sering digunakan pada gigi depan dan belakang bila lubangnya kecil dan merupakan bahan yang warnanya sama dengan warna gigi. Jika saraf gigi telah rusak dan tidak dapat diperbaiki maka gigi perlu dicabut.
2)      Dental sealant, perawatan untuk mencegah gigi berlubang dengan menutupi permukaan gigi dengan suatu bahan. Dental sealant dilakukan pada permukaan kunyah gigi premolar dan molar. Gigi dicuci dan dikeringkan kemudian memberi pelapis pada gigi (Lithin, 2008).
c.         Pencegahan tersier, gigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhadap rehabilitasi dengan pembuatan gigi palsu.
Ada banyak cara sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan gigi, yaitu:
·         Menyikat gigi dan menggunakan benang gigi
Sikat gigi setidaknya dua kali sehari terutama setelah makan. Gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride dan gunakan pula benang gigi untuk membersihkan sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi.
·         Berkumur menggunakan air garam
Untuk membersihkan gigi secara maksimal dan mencegah terjadinya kerusakan gigi, Anda dapat berkumur menggunakan obat kumur yang mengandung fluoride setelah menyikat gigi. Jika obat kumur tersebut tidak tersedia, buatlah obat kumur sendiri di rumah dengan memanfaatkan larutan air garam untuk berkumur.
  • Kurangi konsumsi camilan dan minuman selain air putih
Mengobrol sambil menikmati makanan ringan memang mengasyikkan. Namun di balik itu, ada bahaya yang mengancam gigi. Camilan yang mengandung karbohidrat atau tinggi gula akan menciptakan kondisi asam di mulut, yang dapat merusak gigi. Dampak yang sama juga berasal dari kebiasaan mengonsumsi minuman selain air putih, misalnya minuman manis dalam kemasan.
  • Konsumsi makanan yang menyehatkan gigi
Disarankan untuk menghindari makanan manis, seperti permen dan keripik, yang mudah melekat dan terselip di sela-sela gigi dalam waktu lama. Sebagai pengganti makanan gurih dan manis, bisa mencoba sayur-sayuran dan buah-buahan. Kedua kelompok makanan ini baik untuk gigi karena dapat meningkatkan produksi air liur yang turut berfungsi membantu membersihkan gigi secara alami. Anda juga bisa memilih camilan lain yang bisa membantu membersihkan gigi, yaitu permen karet yang tidak mengandung gula.
·         Periksa gigi secara teratur
Memeriksakan gigi secara teratur dapat menjaga gigi tetap sehat. Keberadaan karies gigi juga dapat terdeteksi sejak dini dan bisa segera ditangani. Jadi, jangan tunda lagi, periksa gigi secara teratur.
·         Pertimbangkan perawatan gigi menggunakan terapi fluoride
Kabar baiknya, fluoride umumnya terdapat dalam pasta gigi, sehingga mudah untuk digunakan sehari-hari. Namun jika dianggap kurang memadai, dokter gigi dapat memberikan tambahan terapi fluoride yang dioles ataupun berupa suplemen, sesuai kebutuhan.
·         Perawatan gigi antibakteri
Bagi sebagian orang, kondisi tubuh dapat menjadikan gigi rentan terhadap kerusakan. Dokter dapat memberikan obat kumur antibakteri tertentu ataupun terapi lainnya untuk mengurangi bakteri di mulut.
Semakin dini Anda melakukan perawatan gigi, maka makin mudah pula penanganan terhadap karies gigi. Jangan lagi menyepelekan pemeriksaan ke dokter gigi, jika ingin gigi Anda tetap awet hingga usia tua nanti.

C.6 Pengobatan Karies Gigi
Cara menghilangkan karies gigi yang paling umum dilakukan adalah dengan melakukan restorasi atau penambalan jaringan gigi yang sudah berlubang karena karies gigi. Ada beberapa jenis material yang biasa digunakan untuk menambal gigi yang berlubang karena karies gigi seperti resin komposit, amalgam dan glass ionomer cement.
Jika karies gigi sudah menyebar pada jaringan penyangga gigi maka prosedur yang paling umum dilakukan dokter gigi adalah melakukan pencabutan gigi. Pencabutan gigi bertujuan untuk menghambat penyebaran bakteri penyebab karies gigi ke gigi yang lain.
       Pengobatan karies gigi tergantung dari seberapa berat kerusakan dan kondisi jaringan sekitar. Pilihan terapinya meliputi:
·         Pemberian Fluoride. Jika karies gigi baru mulai terbentuk maka pemberian fluoride bisa membantu mengembalikan keadaan enamel gigi. Fluoride bisa berbentuk cairan, gel, busa atau varnish yang akan membersihkan gigi. Masing-masing treatment butuh waktu beberapa menit.
·         Penambalan gigi. Penambalan gigi atau disebut restorasi merupakan terapi utama ketika karies gigi berkembang. Bahan tambalan terdiri dari berbagai macam jenis seperti resin, porselen, atau kombinasi beberapa bahan.
Semen Glass Ionomer, Semen glass ionomer adalah bahan tumpatan yang terdiri atas powder fluoroamino silicat glass dan liquid polyacrylic acidpolybasic carboxylic acid, dan air. Bahan ini bekerja dengan melepaskan fluor dan menghambat pembentukan asam dengan cara berinteraksi dengan bakteri.
·         Untuk karies gigi pada permukaan enamel, semen glass ionomer dapat digunakan untuk mencegah terbentuknya karies sekunder. Bahan ini juga dapat digunakan pada karies dengan kavitasi.

·         Pemasangan mahkota gigi (Crowns). Jika anda mengalami karies gigi yang luas, maka kemungkinan membutuhkan terapi dengan cara pemasangan mahkota gigi baru. Dokter gigi akan menggali gigi yang berlubang dan mengistirahatkannya sebentar untuk memastikan kondisinya baik. Crowns bisa terbuat dari emas, porselen, resin atau bahan lainnya
·         Pembuatan saluran akar (Root canal). Ketika karies gigi mencapai lapisan paling dalam gigi (pulpa), maka anda mungkin butuh terapi root canal. Terapi ini untuk memperbaiki dan menyelamatkan kerusakan gigi yang berat dari tindakan pencabutan gigi. Pulpa gigi yang bermasalah akan dibuang. Kemudian obat akan dimasukkan dalam saluran akar untuk membersihkannya dari segala kemungkinan infeksi. Kemudian pulpa diganti dengan material lain.
·         Ekstraksi (pencabutan) gigi. Beberapa gigi yang mengalami kerusakan berat sehingga tidak bisa ditangani dengan pilihan terapi di atas, maka gigi tersebut harus dicabut. Jika gigi dicabut maka akan ada celah antara gigi sehingga dapat membuat gigi mengalami pergeseran. Oleh karena itu sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan pemasangan bridge atau pemasangan implan untuk mengganti gigi yang hilang.

C.7 Penanganan Karies Gigi
Penanganan Karies Gigi
·         Karies dini       : 
-          Remineralisasi dengan pengolesan fluor
-          Konsul diet dan faktor risiko yang lain
·         Kavitas insisal :
-        Aplikasi penutupan fisur
-        Restorasi setelah ekskavasi
-        Lesi atau preparasi minimal
·         Kavitas sedang            :
-        Restorasi dengan preparasi minimal
·         Kavitas dalam :
-        Restorasi dengan preparasi minimal
-        Perawatan endodontik
1.    Penanganan Karies Dini
gambaran histopatologi karies dini perku dipahami sehingga ketentuan apakah lesi sebaiknya tidak ditumpat dapat dimengerti pla. gambaran histopatologik karies dini terdiri dari empat zona, yaitu zona ermukaan, badan lesi, zona gelap dan zona translusen. volume pori-pori lesi karies dini adalah 1-5%, 10-25%, 1-4% dan 1%. jika dibandingkan dengan email normal yang volume porinya adalah 0,1%. zona permukaan volume porinya lebih besar. namun, ternyata zna atau lapisan permukaan ini mengandung lebih banyak fluor, karena sebetlnya zona permukaan juga lebih tahan terhadap asam daripada email normal. dengan demikian zona ini sebaiknya dipertahankan dan tidak perlu ditumpat sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan.
2.    penanganan karies pada tahap kabitasi
adanya kavitas biasanya mengindikasikan bahwa penmpatan harus dilakukan. tetapi perlu diingat bahwa penumpatan merupakan terapi karies yang sebetulnya dan hanya merupakan terapi yang sebetulnya dan hanya merupakan terapi simptomatis untuk menghilangkan rasa sakit dan mengembalikan fungsi gigi. selanjutnya perlu disimak pula ketentuan yang telah digunakan kapan sua lesi harus diumpat dan kapan harus dilakukan tindakan preventif dan diperiksa ulang.
C.8 Diagnosa Banding
Karies gigi umumnya mudah dibedakan dengan penyakit gigi lainnya. Akan tetapi, terdapat satu gambaran gigi yang menyerupai karies gigi yaitu fluorosis gigi.
Fluorosis Gigi, Fluorosis gigi merupakan keadaan di mana terdapat bercak pada struktur enamel. Hal ini dikarenakan asupan fluor yang berlebih pada masa pembentukan gigi. Umumnya fluorosis gigi ditandai dengan noda coklat atau bintik-bintik kuning yang dikarenakan pembentukan enamel yang tidak sempurna. Berbeda dengan karies gigi, di mana terjadi infeksi bakteri pada gigi dan tidak terdapat noda coklat dan bintik kuning pada gigi.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
1.        Program UKGS yang ada di Puskesmas Medan Area Selatan belum berjalan dengan semestinya.
2.        Kasus kesehatan gigi dan mulut masuk dalam 3  penyakit terbanyak di Puskesmas Medan Area Selatan adalah Karies (lubang gigi)
B.       Saran
Untuk Puskesmas :
1.    Puskesmas harus terus meningkatkan usaha Promosi Kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut melalui program UKGS.
2.    Puskesmas harus terus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat  dengan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan,penyediaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan yang lengkap agar kebutuhan masyarakat dibidang kesehatan dapat terpenuhi,khususnya dalam bidang kesehatan gigi
3.    Dianjurkan kepada Puskemas untuk melengkapi sarana dan prasarana terkhusus di bagian Poli Gigi untuk memaksimalkan kesehatan masyarakat.
Untuk Masyarakat :
1.    Orangtua bayi/balita harus aktif mengikuti posyandu yang diadakan di lingkungan masing-masing untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi.
2.    Dianjurkan kepada masyarakat agar peduli terhadap kesehatan gigi dan mulut serta berperan aktif dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut secara rutin memeriksakan gigi dan mulut secara berkala enam bulan sekali.




Daftar Pustaka
Tarigan, R. (2015). Karies Gigi. Edisi 2. EGC: Jakarta.
Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatrika : Jakarta, EGC Kedokteran Gigi, h. 52.
Sri Ramayanti. Idral Purnakarya: Peran makanan terhadap terjadinya karies.
Herujulianti,Eliza,dkk.Pendidikan kesehatan gigi.2002 
Notoatmodjo, S. 2003. Promosi Kesehatan, Teori & Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI 2013. Jakarta

0 comments:

Post a Comment