BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Epidemiologi Karies
gigi Masalah karies gigi masih mendapat perhatian karena sampai sekarang
penyakit tersebut masih menduduki urutan tertinggi dalam masalah penyakit gigi
dan mulut, yaitu penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia
dan menempati urutan keempat penyakit termahal dalam pengobatan (Direktorat
Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI,1994).
Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1995 dalam Depkes (2000) menunjukkan bahwa 65,7% penduduk Indonesia
menderita karies gigi aktif atau kerusakan pada gigi yang belum di tangani.SKRT
1997 menunjukkan 63% penduduk Indonesia menderita karies gigi aktif atau belum
ditangani. Rerata pengalaman karies perorangan, yang diukur dengan index DMF-T untuk
Indonesia adalah 6,44 di mana 4,4 gigi sudah dicabut, 2 gigi belum ditangani
dan hanya 0,16 gigi yang telah ditumpat atau ditambal. Data Susenas (1998)
menyatakan bahwa 87% masyarakat yang mengeluh sakit gigi tidak berobat,
sedangkan yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan hanya 12,3 %.
Berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 didapatkan peningkatan jumlah
kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya usia yaitu pada kelompok usia 35-44
tahun DMF-T rata-rata 4,46 sedangkan kelompok usia >65 tahun sebesar 18,33.
Keadaan tersebut dapat disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk. Hal ini
dapat dilihat dari penduduk kelompok usia 55-64 tahun yang menyikat gigi dengan
benar (sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam) 5,4 % sedangkan kelompok
usia >65 tahun hanya 3,5%.
Berdasarkan teori Blum,
status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh
empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun social budaya),
perilaku, dan pelayanan kesehatan.Dari keempat faktor tersebut, perilaku
memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan
mulut.Di samping mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku
juga dapat mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Perilaku
menurut Lewin merupakan fungsi hubungan antara individu dan lingkungannya
(Boedihardjo,1985 ;Herijulianti dkk.,2002).
Menurut Kidd dan Bechal
(1992), menyatakan masyarakat yang banyak mengonsumsi makanan yang berserat
cenderung mengurangi terjadinya karies dari pada masyarakat yang mengonsumsi
makanan lunak dan banyak mengandung gula.Sehubungan dengan pendapat di atas,
maka frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan
mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, di mana akan
mempengaruhi juga angka karies dan penyakit penyangga gigi. Namun jarang sekali
dilakukan penelitian mengenai hubungan perilaku dengan tingkat kebersihan gigi
dan mulut (Herijulianti dkk.,2002).
Menurut Hawskins dkk.
(2000) usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat
Indonesia sangat membutuhkan peran serta masyarakat sendiri terutama perubahan
perilaku, melalui program penyuluhan dan pelatihan sikat gigi massal merupakan
suatu program yang dilakukan oleh pemerintah melalui puskesmas setiap
tahun.Pendidikan kesehatan yang diberikan beserta dengan pelatihan akan
memberikan hasil yang optimal.
Karies gigi juga disebabkan karena perilaku
waktu menyikat gigi yang salah karena dilakukan pada saat mandi pagi dan mandi
sore dan bukan sesudah makan pagi dan menjelang tidur malam.Padahal menyikat
gigi menjelang tidur sangat efektif untuk mengurangi karies gigi. Perilaku
menggosok gigi berpengaruh terhadap terjadinya karies. Hal ini berhubungan juga
dengan proses terjadinya karies, yaitu sisa makanan yang lama tertinggal dalam
mulut dan tidak segera dibersihkan akan menyebabkan terjadinya karies
(Notoatmodjo,2003).
Masih tingginya angka
karies gigi bisa berhubungan dengan pola kebiasaan makan yang salah dan
beberapa perilaku seperti masyarakat lebih meenyukai makanan manis, kurang
berserat dan mudah lengket. Adnya persepsi masyarakat bahwa penyakit gigi tidak
menyebabkan kematian sehingga masyarakat kurang kepeduliannya untuk menjaga
kebersihan mulut dan mendudukkan masalah pada tingkat kebutuhan sekunder yang
terakhir. Padahal gigi merupakan fokus infeksi terjadinya penyakit sistemik,
antara lain penyakit ginjal dan jantung (Notoatmodjo, 2003 ;Putri dkk, 2011).
Adyatmaka (1992) mengemukakan bahwa dengan
semakin baiknya tingkat sosial ekonomi serta pendidikan masyarakat, serta masih
tingginya penyakit gigi dan mulut, maka tuntutan terhadap pelayanan kesehatan
dasar yang disediakan oleh Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi dasar.
Penelitian
Kiswaluyodan Dwiatmoko (1997) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa status
gizi yang jelek akan menimbulkan pengaruh pada tulang dan gigi, yaitu berupa
pengaruh pada bentuk dan komposisinya. Keadaan ini dapat menyebabkan gigi mudah
karies.
A.1
Tujuan
A.1.1 Tujuan Umum
Untuk
mengetahui masalah kesehatan gigi dan mulut di puskesmas glugur darat.
A.1.2 Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui Pengertian Karies
2. Untuk
mengetahui Gejala Karies Gigi
3. Untuk mengetahui Faktor Penyebab Karies Gigi
4. Untuk menegetahui Faktor Risiko Terjadinya Karies
Gigi
5. Untuk menegetahui Pencegahan Karies Gigi
6. Untuk menegetahui Pengobatan Karies Gigi
7. Untuk menegetahui Penanganan Karies Gigi
8. Untuk menegetahui Diagnosa Banding
BAB III
PEMBAHASAN
B.
Karies Gigi
C.1 Pengertian
Karies Gigi
Karies gigi merupakan penyakit pada jaringan gigi
yang diawali dengan terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan
gigi (pit, fissures, dan daerah inter proksimal), kemudian meluas kearah pulpa.
Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan juga dapat timbul pada satu
permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari
gigi, misalnya dari enamel ke dentin atau ke pulpa. Terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya karies gigi, diantaranya adalah karbohidrat,
mikroorganisme dan saliva, permukaan dan anatomi gigi (Tarigan, 2015).
C.2 Gejala
Karies Gigi
Gejala karies
gigi beraneka ragam, tergantung dari luas, kedalaman, dan juga lokasinya.
Ketika karies gigi baru mulai terjadi maka biasanya tidak ada gejala yang
menyertai. Namun jika karies gigi mulai merusak gigi Anda, maka ada beberapa
tanda dan gejala yang bisa muncul seperti:
·
Sakit gigi.
·
Adanya lubang yang
terlihat pada gigi.
·
Nyeri saat mengunyah
makanan.
Kadang kita tidak
sadar bahwa karies gigi sudah mulai terbentuk, sehingga penting bagi
kita untuk memeriksakan kondisi gigi secara rutin ke dokter. Periksalah secara
rutin setiap enam bulan sekali, gunanya untuk deteksi awal
dan tindakan penanganan yang
tepat. Namun jika Anda mengalami sakit
gigi, maka tak perlu mengikuti jadwal rutin,
segeralah periksakan diri ke dokter gigi.
C.3 Faktor Penyebab Karies Gigi
Proses terjadinya karies pada gigi
melibatkan beberapa faktor yang tidak berdiri sendiri tetapi saling bekerjasama.
Ada 4 faktor penting yang saling berinteraksi dalam pernbentukan kariesgigi, yaitu:
a.
Host
Morfologi
setiap gigi manusiaberbeda-beda, permukaan oklusal gigi memiliki lekuk dan
fisur yang bermacam-macam dengan kedalaman yang berbeda pula. Gigi dengan
lekukan yang dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan dari sisasisa
makanan yang melekat sehingga plak akan mudah berkembang dan dapat menyebabkan
terjadinya karies gigi.
Karies
gigi sering terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi susu
maupungigi permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada permukaan yang
halus sedangkan karies pada gigi permanen ditemukan dipermukaan pit dan fisur.
b.
Makanan
Peran makanandalam menyebabkan karies
bersifat lokal, derajat kariogenik makanan tergantung dari komponennya.
Sisa-sisa makanan dalam mulut (karbohidrat) merupakan substrat yag
difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan gluosa di
metabolismekan sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel
danekstrasel sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa
juga menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh bakteri
kariogenik dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut glukosa ini
dimetabolismekan menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat dandekstran.
c.
Waktu
Karies merupakan penyakit yang
berkembangnya lambat dan keaktifannya berjalan bertahap serta merupakan proses
dinamis yang ditandai oleh periode demineralisasi dan remineralisasi.2
Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan kerusakan
gigi orang dewasa.
C.4
Faktor Risiko Terjadinya Karies Gigi
Faktor risiko karies gigi adalah
faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat terjadinya karies gigi atau
faktor yang mempermudah terjadinya karies gigi. Beberapa faktor yang dianggap
sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi, kurangnya penggunaan
fluor, oral higiene yang buruk, jumlah bakteri, saliva serta pola makan dan
jenis makanan (Sondang, 2008).
1.
Pengalaman Karies Gigi
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti
adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa
mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi
permanen (Sondang, 2008).
2.
Kurangnya Penggunaan Fluor Ada
berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan
pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur
dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi.
Tetapi, jumlah 18 kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus
diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan
fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis (Farsi, 2007).
3.
Oral Hygiene yang Buruk
Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan
persentase karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut,
digunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon.
Indeks ini merupakan gabungan yang menetukan skor debris dan deposit kalkulus
baik untuk semua atau hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris
rongga mulut dan kalkulus dapat diberi skor secara terpisah. Salah satu
komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. Peningkatan
oral hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk membersihkan plak
yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur, merupakan suatu hal
yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi. Selain itu penggunaan pasta
gigi yang mengandung fluor dapat mencegah terjadinya karies. Pemeriksaan gigi
yang teratur tersebut dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang
berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat
membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya 19 sedikit, maka
pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi (Ireland, 2006).
4. Jumlah
Bakteri
Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang
terdiri atas berbagai jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam
jumlah yang banyak saat berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang
lebih tinggi untuk mengalami karies pada gigi desidui (Sondang, 2008).
5.
Saliva
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna
untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran ratarata saliva
meningkat pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya
terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya,
maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan (Sondang, 2008).
Selain itu saliva berperan dalam menjaga kelestarian
gigi. Banyak ahli menyatakan, bahwa saliva merupakan pertahanan pertama
terhadap karies, ini terbukti pada penderita Xerostomia (produksi ludah yang
kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi menyeluruh dalam waktu singkat
(Behrman, 2002). Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva besar yaitu
glandula parotid, glandula submandibularis, dan glandula sublingualis, serta beberapa
kelenjar saliva kecil. Sekresi 20 kelenjar anak-anak masih bersifat belum
konstan, karena kelenjarnya masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan.
Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, penyangga, pembersih, pelarut dan
anti bakteri. Saliva memegang peranan lain yaitu dalam proses terbentuknya plak
gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme
tertentu yang berhubungan dengan karies gigi. Sekresi air ludah yang sedikit
atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase karies yang tinggi (Sondang,
2008). PH saliva normal, sedikit asam yaitu 6,5. Secara mekanis saliva
berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah. Enzim-enzim
mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat dalam saliva, mempunyai sifat bakteriostatis
yang dapat mencegah aktifitas bakteri mulut (Chemiawan, 2004). Berikut peranan
aliran saliva dalam memelihara kesehatan gigi :
a)
Aliran saliva yang baik akan cenderung
membersihkan mulut termasuk melarutkan gula serta mengurangi potensi kelengketan
makanan. Dengan kata lain, sebagai pelarut dan pelumas.
b)
Aliran saliva memiliki efek buffer
(menjaga supaya suasana dalam mulut tetap netral), yaitu saliva cenderung
mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula.
c)
Saliva mengandung antibodi dan anti
bakteri, sehingga dapat mengendalikan beberapa bakteri di dalam plak. Namun
jumlah saliva yang berkurang akan berperan sebagai pemicu timbulnya kerusakan
gigi (Chemiawan, 2004).
6.
Pola Makan dan Jenis Makanan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya
lebih bersifat lokal dari pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi
mengonsumsi makanan. Anak dan makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit
untuk dipisahkan. Anak memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis jajanan secara
berlebihan, setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung karbohidrat (tinggi sukrosa) maka beberapa bakteri penyebab karies
di rongga mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi
yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan (Sondang, 2008).
Sehari-hari banyak dijumpai anak yang selalu
dikelilingi penjual makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan
tempat tinggal hingga di sekolah. Anak yang sering mengkonsumsi jajanan yang
mengandungi gula, seperti biskut, permen, es krim memiliki skor karies yang
lebih tinggi di bandingkan dengan anak yang mengonsumsi jajanan nonkariogenik
seperti buahbuahan (Sondang, 2008). Frekuensi makan dan minum tidak hanya
menimbulkan erosi, tetapi juga kerusakan gigi atau karies gigi. Konsumsi
makanan manis pada waktu senggang jam makan akan lebih berbahaya daripada saat
waktu makan utama. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir
asam dan membantu proses remineralisasi. Tetapi apabila makanan dan minuman
berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai
kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi
karies (Sondang, 2008).
C.5
Pencegahan Karies Gigi
Pencegahan karies gigi secara pencegahan
primer, sekunder dan tersier, adalah sebagai berikut:
a.
Pencegahan primer Menurut Alpers (2006) mencegah
pembusukan dengan tindakan pencegahan sebagai berikut :
1)
Memilih makanan dengan cermat
Makanan
yang mengandung karbohidrat juga berfenmentasi termasuk gula dan tepung
kemudian akan diolah menjadi roti dan keripik kentang. Karena karbohidrat
merupakan sumber makanan penting sehingga jangan mengurangi karbohidrat yang
akan di konsumsi. Mengatur kebiasaan makan anak dengan sebagai berikut :
a)
Menghindari makanan yang lengket dan
kenyal seperti snack. Makanan seperti gula, kacang bersalut gula, sereal
kering, roti dan kismis juga buah yang dikeringkan akan menempel pada gigi.
Usahakan untuk membersihkan gigi dalam waktu 20 menit setelah makan. Apabila
tidak menyikat gigi maka berkumurlah dengan air putih.
b)
Memilih snack dengan cermat
Efek
makanan seperti snack dapat menyebabkan gigi berlubang. Makan snack setiap hari
memungkinkan bakteri terus membentuk asam yang merusak gigi. Jangan makan
makanan manis terus, mengunyah permen karet atau permen penyegar nafas. Jika
ingin menguyah permen dengan memilih produk yang tidak mengandung gula karena
mengandung xylitol atau aspartam sehingga mengurangi bakteri pembuat lubang
pada gigi.
2)
Pemeliharaan gigi
Mulut
tidak bisa dihindarkan dari bakteri, tetapi mencegah bakteri dengan
membersihkan mulut dengan teratur. Ajarkan anak untuk menyikat gigi > 2 kali
sehari. Menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan gigi tiap 6 bulam sekali.
3)
Pemberian flour
Membubuhkan
flour dalam air minum yang kekurangan flour untuk mencegah karies gigi.
Tambahan tersebut dapat berupa tetes atau tablet. Obat ini biasanya dikumurkan
dalam mulut sekitar 30 detik kemudian dibuang. Anak rentan terhadap gigi
berlubang sehingga pemberian flour secara topikal termasuk pasta gigi yang
mengandung flour sangat bermanfaat.
b.
Pencegahan sekunder
1)
Penambalan gigi, kerusakan gigi biasanya
dihentikan dengan membuang bagian gigi yang rusak dan diganti dengan tambalan
gigi. Jenis bahan tambalan yang digunakan tergantung dari lokasi dan fungsi
gigi. Geraham dengan tugas mengunyah memerlukan bahan yang lebih kuat
dibandingkan gigi depan. Perak amalgam digunakan pada gigi belakang. Tambalan
pada gigi depan dibuat tidak terlihat, silikat sejenis semen porselen yang
mirip dengan email. Resin komposit adalah bahan yang sering digunakan pada gigi
depan dan belakang bila lubangnya kecil dan merupakan bahan yang warnanya sama
dengan warna gigi. Jika saraf gigi telah rusak dan tidak dapat diperbaiki maka
gigi perlu dicabut.
2)
Dental sealant, perawatan untuk mencegah
gigi berlubang dengan menutupi permukaan gigi dengan suatu bahan. Dental
sealant dilakukan pada permukaan kunyah gigi premolar dan molar. Gigi dicuci
dan dikeringkan kemudian memberi pelapis pada gigi (Lithin, 2008).
c.
Pencegahan tersier, gigi dengan karies
yang sudah dilakukan pencabutan terhadap rehabilitasi dengan pembuatan gigi
palsu.
Ada banyak cara sederhana yang dapat
dilakukan untuk mencegah kerusakan gigi, yaitu:
·
Menyikat gigi dan menggunakan benang gigi
Sikat gigi
setidaknya dua kali sehari terutama setelah makan. Gunakan pasta gigi yang
mengandung fluoride dan gunakan pula benang gigi untuk membersihkan sisa
makanan yang menempel di sela-sela gigi.
·
Berkumur menggunakan air garam
Untuk membersihkan gigi secara
maksimal dan mencegah terjadinya kerusakan gigi, Anda dapat berkumur
menggunakan obat kumur yang
mengandung fluoride setelah menyikat gigi. Jika obat kumur tersebut tidak
tersedia, buatlah obat kumur sendiri di rumah dengan memanfaatkan larutan air
garam untuk berkumur.
- Kurangi konsumsi camilan dan minuman selain air
putih
Mengobrol sambil menikmati makanan
ringan memang mengasyikkan. Namun di balik itu, ada bahaya yang mengancam gigi.
Camilan yang mengandung karbohidrat atau tinggi gula akan menciptakan kondisi
asam di mulut, yang dapat merusak gigi. Dampak yang sama juga berasal dari
kebiasaan mengonsumsi minuman selain air putih, misalnya
minuman manis dalam kemasan.
- Konsumsi makanan yang menyehatkan gigi
Disarankan untuk menghindari makanan
manis, seperti permen dan keripik, yang mudah melekat dan terselip di sela-sela
gigi dalam waktu lama. Sebagai pengganti makanan gurih dan manis, bisa mencoba
sayur-sayuran dan buah-buahan. Kedua kelompok makanan ini baik untuk gigi
karena dapat meningkatkan produksi air liur yang turut berfungsi membantu
membersihkan gigi secara alami. Anda juga bisa memilih camilan lain yang bisa
membantu membersihkan gigi, yaitu permen karet yang tidak mengandung gula.
·
Periksa gigi secara teratur
Memeriksakan
gigi secara teratur dapat menjaga gigi tetap sehat. Keberadaan
karies gigi juga dapat terdeteksi sejak dini dan bisa segera ditangani. Jadi,
jangan tunda lagi, periksa gigi secara teratur.
·
Pertimbangkan perawatan gigi menggunakan terapi
fluoride
Kabar baiknya, fluoride umumnya
terdapat dalam pasta gigi, sehingga mudah untuk digunakan sehari-hari. Namun
jika dianggap kurang memadai, dokter gigi dapat memberikan tambahan terapi
fluoride yang dioles ataupun berupa suplemen, sesuai kebutuhan.
·
Perawatan gigi antibakteri
Bagi sebagian orang, kondisi tubuh
dapat menjadikan gigi rentan terhadap kerusakan. Dokter dapat memberikan obat
kumur antibakteri tertentu ataupun terapi lainnya untuk mengurangi bakteri di
mulut.
Semakin dini Anda melakukan
perawatan gigi, maka makin mudah pula penanganan terhadap karies gigi. Jangan
lagi menyepelekan pemeriksaan ke dokter gigi, jika ingin
gigi Anda tetap awet hingga usia tua nanti.
C.6 Pengobatan Karies Gigi
Cara
menghilangkan karies gigi yang paling umum dilakukan adalah dengan melakukan
restorasi atau penambalan jaringan gigi yang sudah berlubang karena karies
gigi. Ada beberapa jenis material yang biasa digunakan untuk menambal gigi yang
berlubang karena karies gigi seperti resin komposit, amalgam dan glass ionomer
cement.
Jika karies gigi
sudah menyebar pada jaringan penyangga gigi maka prosedur yang paling umum
dilakukan dokter gigi adalah melakukan pencabutan gigi. Pencabutan gigi
bertujuan untuk menghambat penyebaran bakteri penyebab karies gigi ke gigi yang
lain.
Pengobatan
karies gigi tergantung dari seberapa berat kerusakan dan kondisi jaringan
sekitar. Pilihan terapinya meliputi:
·
Pemberian Fluoride. Jika karies gigi baru mulai
terbentuk maka pemberian fluoride
bisa membantu mengembalikan keadaan enamel gigi. Fluoride
bisa berbentuk cairan, gel, busa atau varnish yang akan membersihkan gigi.
Masing-masing treatment butuh waktu beberapa menit.
·
Penambalan gigi. Penambalan gigi atau disebut restorasi
merupakan terapi utama ketika karies gigi berkembang. Bahan tambalan terdiri
dari berbagai macam jenis seperti resin, porselen, atau kombinasi beberapa
bahan.
Semen Glass Ionomer, Semen glass
ionomer adalah bahan tumpatan yang terdiri atas powder fluoroamino silicat glass dan liquid polyacrylic acid, polybasic carboxylic acid, dan air. Bahan ini bekerja
dengan melepaskan fluor dan menghambat pembentukan asam dengan cara
berinteraksi dengan bakteri.
·
Untuk karies gigi pada
permukaan enamel, semen glass ionomer dapat
digunakan untuk mencegah terbentuknya karies sekunder. Bahan ini juga dapat
digunakan pada karies dengan kavitasi.
·
Pemasangan mahkota gigi (Crowns). Jika
anda mengalami karies gigi yang luas, maka kemungkinan membutuhkan terapi
dengan cara pemasangan mahkota gigi baru. Dokter gigi akan menggali gigi yang
berlubang dan mengistirahatkannya sebentar untuk memastikan kondisinya baik.
Crowns bisa terbuat dari emas, porselen, resin atau bahan lainnya
·
Pembuatan saluran akar
(Root canal). Ketika karies gigi mencapai lapisan paling dalam
gigi (pulpa), maka anda
mungkin butuh terapi root canal. Terapi ini untuk memperbaiki dan menyelamatkan
kerusakan gigi yang berat dari tindakan pencabutan gigi. Pulpa gigi yang
bermasalah akan dibuang. Kemudian obat akan dimasukkan dalam saluran akar untuk
membersihkannya dari segala kemungkinan infeksi. Kemudian pulpa diganti
dengan material lain.
·
Ekstraksi (pencabutan) gigi. Beberapa
gigi yang mengalami kerusakan berat sehingga tidak bisa ditangani dengan
pilihan terapi di atas, maka gigi tersebut harus dicabut. Jika gigi dicabut
maka akan ada celah antara gigi sehingga dapat membuat gigi mengalami
pergeseran. Oleh karena itu sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan
pemasangan bridge atau pemasangan implan untuk
mengganti gigi yang hilang.
C.7 Penanganan Karies Gigi
Penanganan
Karies Gigi
·
Karies dini :
-
Remineralisasi dengan pengolesan fluor
-
Konsul diet dan faktor risiko yang lain
·
Kavitas insisal :
-
Aplikasi penutupan fisur
-
Restorasi setelah ekskavasi
-
Lesi atau preparasi minimal
·
Kavitas sedang :
-
Restorasi dengan preparasi minimal
·
Kavitas dalam :
-
Restorasi dengan preparasi minimal
-
Perawatan endodontik
1. Penanganan Karies Dini
gambaran
histopatologi karies dini perku dipahami sehingga ketentuan apakah lesi
sebaiknya tidak ditumpat dapat dimengerti pla. gambaran histopatologik karies
dini terdiri dari empat zona, yaitu zona ermukaan, badan lesi, zona gelap dan
zona translusen. volume pori-pori lesi karies dini adalah 1-5%, 10-25%, 1-4%
dan 1%. jika dibandingkan dengan email normal yang volume porinya adalah 0,1%.
zona permukaan volume porinya lebih besar. namun, ternyata zna atau lapisan
permukaan ini mengandung lebih banyak fluor, karena sebetlnya zona permukaan
juga lebih tahan terhadap asam daripada email normal. dengan demikian zona ini
sebaiknya dipertahankan dan tidak perlu ditumpat sesuai dengan pedoman yang
telah ditentukan.
2. penanganan karies pada tahap kabitasi
adanya
kavitas biasanya mengindikasikan bahwa penmpatan harus dilakukan. tetapi perlu
diingat bahwa penumpatan merupakan terapi karies yang sebetulnya dan hanya
merupakan terapi yang sebetulnya dan hanya merupakan terapi simptomatis untuk
menghilangkan rasa sakit dan mengembalikan fungsi gigi. selanjutnya perlu
disimak pula ketentuan yang telah digunakan kapan sua lesi harus diumpat dan
kapan harus dilakukan tindakan preventif dan diperiksa ulang.
C.8 Diagnosa Banding
Karies gigi umumnya mudah
dibedakan dengan penyakit gigi lainnya. Akan tetapi, terdapat satu gambaran
gigi yang menyerupai karies gigi yaitu fluorosis gigi.
Fluorosis Gigi, Fluorosis
gigi merupakan keadaan di mana terdapat bercak pada struktur enamel. Hal ini
dikarenakan asupan fluor yang berlebih pada masa pembentukan gigi. Umumnya
fluorosis gigi ditandai dengan noda coklat atau bintik-bintik kuning yang
dikarenakan pembentukan enamel yang tidak sempurna. Berbeda dengan karies gigi,
di mana terjadi infeksi bakteri pada gigi dan tidak terdapat noda coklat dan
bintik kuning pada gigi.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Program UKGS yang ada di Puskesmas Medan
Area Selatan belum berjalan dengan semestinya.
2.
Kasus kesehatan gigi dan mulut masuk
dalam 3 penyakit terbanyak di Puskesmas
Medan Area Selatan adalah Karies (lubang gigi)
B.
Saran
Untuk
Puskesmas :
1. Puskesmas harus terus meningkatkan usaha
Promosi Kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut melalui
program UKGS.
2. Puskesmas harus terus meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan,penyediaan alat-alat kesehatan
dan obat-obatan yang lengkap agar kebutuhan masyarakat dibidang kesehatan dapat
terpenuhi,khususnya dalam bidang kesehatan gigi
3. Dianjurkan kepada Puskemas untuk melengkapi
sarana dan prasarana terkhusus di bagian Poli Gigi untuk memaksimalkan kesehatan
masyarakat.
Untuk Masyarakat :
1. Orangtua bayi/balita harus aktif mengikuti
posyandu yang diadakan di lingkungan masing-masing untuk meningkatkan derajat
kesehatan gigi.
2. Dianjurkan kepada masyarakat agar peduli
terhadap kesehatan gigi dan mulut serta berperan aktif dalam menjaga dan
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut secara rutin memeriksakan gigi dan mulut
secara berkala enam bulan sekali.
Daftar Pustaka
Tarigan, R.
(2015). Karies Gigi. Edisi 2. EGC: Jakarta.
Alpers, Ann.
2006. Buku Ajar Pediatrika : Jakarta, EGC Kedokteran Gigi, h. 52.
Sri Ramayanti.
Idral Purnakarya: Peran makanan terhadap terjadinya karies.
Herujulianti,Eliza,dkk.Pendidikan
kesehatan gigi.2002
Notoatmodjo, S. 2003. Promosi Kesehatan, Teori & Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI 2013. Jakarta
0 comments:
Post a Comment